Welcome to my blog, hope you enjoy reading
RSS

Rabu, 03 Maret 2010

Tahukah Anda Tentang Metode Altman Z-Score?

    Dari penulisan ilmiah yang saya buat yang berjudul “PENILAIAN KINERJA KEUANGAN DENGAN METODE ALTMAN Z-SCORE DAN PENGARUHNYA TERHADAP HARGA SAHAM PADA PT PYRIDAM FARMA TBK.” banyak yang saya ketahui tentang Metode Altman Z-score. Mungkin banyak diantara kita belum mengetahui apa itu Metode Altman Z-score.Untuk itu dikutip dari penulisan ilmiah yang saya buat saya akan menjelaskan apa itu Z-Score.
    Seorang peneliti berkebangsaan Amerika Serikat bernama Edward I. Altman pada tahun 1968 telah mengembangkan suatu metode untuk memprediksi kesehatan finansial suatu perusahaan dan kemungkinan untuk mengalami kebangkrutan, metode tersebut adalah Metode Altman Z-score. Altman juga menjabat sebagai Assisten Professor Finance di Stern School of Business, New York University.
   Pada awalnya Altman memiliki sampel 66 perusahaan manufaktur yang terdiri dari 33 perusahaan yang bangkrut dan 33 perusahaan yang tidak bangkrut. Selanjutnya dipilih pula 22 variabel (rasio) yang potensial untuk dievaluasi. Dari 22 variabel tersebut kemudian dipilih 5 variabel yang merupakan kombinasi terbaik untuk memprediksi kebangkrutan. Adapun rasio-rasio tersebut adalah:

1. Working Capital to Total Asset (Rasio Modal Kerja terhadap Total Aktiva)
Rasio pertama yang digunakan sebagai alat diskriminan adalah rasio modal kerja terhadap total aktiva, ini seringkali dijumpai dalam studi kasus permasalahan perusahaan, ini adalah ukuran bersih pada aktiva lancar perusahaan terhadap modal perusahaan. Rasio ini digunakan untuk mengukur likuiditas. Aktiva likuid bersih atau modal kerja bersih adalah selisih antara total aktiva lancar dikurangi total kewajiban lancar. Jika aktiva lancar yang lebih besar dari kewajiban lancar menunjukkan kepercayaan para kreditor kepada pihak perusahaan sehingga kelangsungan operasi perusahaan akan lebih terjamin dengan dana pinjaman dari kreditor.Umumnya, bila perusahaan mengalami kesulitan keuangan, modal kerja akan turun lebih cepat daripada total aktiva menyebabkan rasio ini turun..Rasio modal kerja menunjukkan jumlah modal kerja yang dimiliki pada setiap Rp 1,00 aktiva perusahaan.

2. Retained Earning to Total Assets (Rasio Laba Ditahan terhadap Total Aktiva)
Rasio ini mengukur profitabilitas kumulatif perusahaan. Usia perusahaan dinyatakan secara implisit dalam rasio ini sebagai contoh, sebuah persuahaan baru relatif mungkin akan menunjukkan rasio laba ditahan/total aktiva yang rendah karena tidak adanya waktu untuk menambah laba kumulatifnya. Oleh karena itu, dapat dibuktikan bahwa perusahaan baru nampak berbeda dari analisis ini, dan kesempatan/peluang untuk diklasifikasikan dalam golongan bangkrut relatif lebih tinggi dari yang lainnya, dari pada perusahaan-perusahaan yang lebih tua. Rasio laba ditahan terhadap total aktiva menunjukkan bahwa setiap Rp 1,00 aktiva perusahaan dijamin oleh saldo laba ditahan.

3. Earning Before Interest and Taxes to Total Assets (Rasio EBIT terhadap Total Aktiva)
Rasio ini megukur kemampulabaan, yaitu tingkat pengembalian aktiva, yang dihitung dengan membagi laba sebelum bunga dan pajak (EBIT) tahunan perusahaan dengan total aktiva pada neraca akhir tahun. Rasio ini juga dapat digunakan sebagai ukuran sebarapa besar produktivitas penggunaan dana yang dipinjam. Bila rasio ini lebih besar dari rata-rata tingkat bunga yang dibayar, maka berarti perusahaan menghasilkan uang yang lebih banyak daripada bunga pinjaman. Rasio EBIT terhadap total aktiva menunjukkan laba bersih sebelum bunga dan pajak yang dapat dihasilkan dari setiap Rp 1,00 aktiva perusahaan.

4. Market Value Of Equity to Book Value Of Liabilities (Rasio Nilai Pasar Modal Sendiri terhadap Total Hutang)
Rasio ini merupakan kebalikan dari rasio utang per modal sendiri (DER) yang lebih terkenal. Nilai modal sendiri yang dimaksud adalah nilai pasar modal sendiri, yaitu jumlah saham perusahaan dikalikan dengan harga pasar per lembar sahamnya. Rasio ini menambahkan dimensi nilai pasar yang tidak ditentukan oleh studi mengenai kebangkrutan lainnya. Rasio ini juga tampak menjadi penentu kebangkrutan yang lebih efektif dan pada rasio serupa yang lebih umum digunakan. Rasio nilai pasar modal sendiri terhadap nilai buku total kewajiban menunjukkan setiap Rp 1,00 dari total kewajiban digunakan untuk membiayai modal saham.

5. Sales to Total Assets (Rasio Penjualan terhadap Total Aktiva)
Rasio perputaran modal adalah standar rasio keuangan yang menggambarkan kemampuan peningkatan penjulan dari aktiva perusahaan merupakan suatu ukuran dari kemampuan menajemen dalam faktanya signifikan dari ukuran rasio ini tidak dapat ditampakkan semuanya tapi karena relasi yang unik diantara variabel dalam model ini, rasio penjualan/total aktiva menjadi rangking kedua dalam kontribusi keseluruhan ketepatan model diskriminan. Rasio penjualan terhadap total aktiva menunjukkan efektifitas penggunaan seluruh aktiva perusahaan dalam rangka menghasilkan penjualan bersih yang dapat dihasilkan oleh setiap Rp 1,00 yang diinvestasikan dalam bentuk aktiva perusahaan.

    Dari sampel perusahaan dan kelima rasio tersebut di atas, terbentuklah fungsi diskriminan yang juga disebut Z-score. Versi Z-score yang pertama ini untuk perusahaan manufaktur yang telah go public (publicly manufacturing).

Z = 1,2X1 + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 1,0 X5

Dengan keterangan sebagai berikut:
Z : Overall Indeks (Indeks keseluruhan)
X1 : Working Capital to Total Asset (Modal Kerja / Total Aktiva)
X2 : Retained Earning to Total Assets (Laba Ditahan / Total Aktiva)
X3 : Earning Before Interest and Taxes to Total Assets ( EBIT / Total Aktiva)
X4 : Market Value of Equity to Book Value of Total Liabilities (Nilai Pasar Modal Sendiri / Nilai Buku Total Kewajiban)
X5 : Sales to Total Assets (Penjualan / Total Aktiva)

Hasil perhitungan Z-score dapat dijelaskan sebagai berikut:
- Jika Z > 2,99 : Perusahaan tidak mengalami masalah dengan kondisi keuangan (non-bankrupt company).
- Jika 1,81< Z <2,99 : Perusahaan akan mengalami permasalahan keuangan jika tidak melakukan perbaikan yang berarti dalam manajemen maupun struktur keuangan. Pada titik rawan ini kemungkinan muncul klasifikasi yang salah, karena pada kondisi ini banyak perusahaan dengan skor yang lebih tinggi telah bangkrut sedangkan perusahaan yang memiliki skor lebih rendah masih dapat bertahan (gray area). 
- Jika Z < 1,81 : Perusahaan mengalami masalah keuangan yang serius sehingga dapat berpotensi untuk bangkrut (bankrupt company). 

    Hal ini perlu ditindaklanjuti oleh manajemen perusahaan agar tidak terjadi kebangkrutan. Pada tahun 1984, Altman melakukan penelitian ulang di berbagai negara. Penelitian ini memasukkan dimensi internasional. Mengingat bahwa tidak semua perusahaan go public dan tidak memiliki nilai pasar, maka formula untuk perusahaan yang belum go public (privately manufacturing) adalah sebagai berikut:

Z’ = 0,717X1 + 0,847X2 + 3,107X3 + 0,420X4 + 0,998X5 

Dengan keterangan sebagai berikut :
Z : Overall Indeks (Indeks keseluruhan) 
X1 : Working Capital to Total Asset (Modal Kerja / Total Aktiva) 
X2 : Retained Earning to Total Assets (Laba Ditahan / Total Aktiva)
X3 : Earning Before Interest and Taxes to Total Assets ( EBIT / Total Aktiva) 
X4 : Book Value of Equity to Book Value of Total Liabilities (Nilai Buku Saham/ Nilai Buku Total Kewajiban) 
X5 : Sales to Total Assets (Penjualan / Total Aktiva) 

    Semua koefisien dari variable X1-X5 diubah, maka nilai cut off yang digunakan pun berubah. Hasil perhitungan Z-score dapat dijelaskan sebagai berikut: 
- Jika Z > 2,90 : Perusahaan tidak mengalami masalah dengan kondisi keuangan (non-bankrupt company).
- Jika 1,20 < Z < 2,90 Perusahaan akan mengalami permasalahan keuangan jika tidak melakukan perbaikan yang berarti dalam manajemen maupun struktur keuangan Pada titik rawan ini kemungkinan muncul klasifikasi yang salah, karena pada kondisi ini banyak perusahaan dengan skor yang lebih tinggi telah bangkrut sedangkan perusahaan yang memiliki skor lebih rendah masih dapat bertahan (gray area). 
- Jika < 1,20 Perusahaan mengalami masalah keuangan yang serius sehingga dapat berpotensi untuk bangkrut (bankrupt company). 

    Hal ini perlu ditindaklanjuti oleh manajemen perusahaan agar tidak terjadi kebangkrutan. Kemudian, Altman membuat apa yang disebutnya sebagai versi empat variabel. Versi terakhir ini diperuntukkan bagi perusahaan non-manufaktur: 

Z” = 6,56 X1 + 3,26 X2 + 6,72 X3+ 1,05 X4 

Dengan keterangan sebagai berikut:
Z : Overall Indeks (Indeks keseluruhan)
X1 : Working Capital to Total Asset (Modal Kerja / Total Aktiva) 
X2 : Retained Earning to Total Assets (Laba Ditahan / Total Aktiva) 
X3 : Earning Before Interest and Taxes to Total Assets ( EBIT / Total Aktiva)
X4 : Book Value of Equity to Book Value of Total Liabilities (Nilai Buku Modal Sendiri / Nilai Buku Total Kewajiban).

     Semua koefisien dari variable X1-X4 diubah, maka nilai cut off yang digunakan pun berubah. Hasil perhitungan Z-score dapat dijelaskan sebagai berikut: 
- Jika Z > 2,60 Perusahaan tidak mengalami masalah dengan kondisi keuangan (non-bankrupt company).
- Jika 1,10 < Z < 2,60 Perusahaan akan mengalami permasalahan keuangan jika tidak melakukan perbaikan yang berarti dalam manajemen maupun struktur keuangan. Pada titik rawan ini kemungkinan muncul klasifikasi yang salah, karena pada kondisi ini banyak perusahaan dengan skor yang lebih tinggi telah bangkrut sedangkan perusahaan yang memiliki skor lebih rendah masih dapat bertahan (gray area).
- Jika Z < 1,10 Perusahaan mengalami masalah keuangan yang serius sehingga dapat berpotensi untuk bangkrut (bankrupt company). Hal ini perlu ditindaklanjuti oleh manajemen perusahaan agar tidak terjadi kebangkrutan.

    Tujuan dari perhitungan Z-score adalah untuk mengingatkan akan masalah keuangan yang mungkin membutuhkan perhatian serius dan menyediakan petunjuk untuk bertindak.
    Z-score hasil kreasi Altman ini telah teruji keandalannya sehingga bertahan sampai sekarang. Kelebihan analisis Z-score menurut Sawir (2001) adalah dapat mengkombinasikan berbagai rasio menjadi suatu model prediksi yang berarti. Analisis ini merupakan analisis multivariate (Multiple Discriminant Analysis) yang dapat melihat hubungan rasio tertentu yang dapat mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Selain itu kelebihan dari model ini dapat dipergunakan untuk seluruh perusahaan, baik perusahaan publik, pribadi, manufaktur ataupun non-manufaktur dalam berbagai ukuran.
    Selain metode ini dapat memprediksi kebangkrutan perusahaan, Z-score juga dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesehatan keuangan suatu perusahaan melalui informasi yang diperoleh dari laporan keuangan.
    Adapun kelemahan yang terdapat dari model ini yaitu tidak ada rentang waktu yang pasti kapan kebangkrutan akan terjadi setelah hasil Z-score diketahui lebih rendah dari standar yang ditetapkan, waktu untuk menyatakan kebangkrutan perusahaan akan terjadi dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kemampuan bank untuk membantu restrukturisasi keuangan, kondisi perusahaan lain, negosiasi dengan pekerja serta kondisi perekonomian secara keseluruhan, sedangkan faktor-faktor ini tidak terdapat dalam model. Model ini juga tidak dapat mutlak digunakan karena ada kalanya terdapat hasil yang berbeda, jika kita menggunakan model yang berbeda.
    Meskipun terdapat kelemahan dalam model ini, tetapi kita dapat menggunakannya untuk memberikan peringatan akan masalah keuangan yang mungkin membutuhkan perhatian serius dan menyediakan petunjuk untuk bertindak sehingga kesulitan keuangan perusahaan dapat diatasi dengan segera.
    Sesuatu hal yang menarik tentang Z-score adalah keandalanya sebagai alat analisis tanpa memperhatikan bagaimana ukuran perusahaan. Meskipun seandainya perusahaan sangat makmur, bila Z-score mulai turun dengan tajam, maka perusahaan harus berhati-hati. Hasil dari analisis tersebut dapat digunakan oleh pihak manajemen perusahaan dan pemegang saham. Bila perusahaan memiliki kinerja keuangan yang sehat berarti perusahaan dapat berkembang baik maka nilai perusahaan akan meningkat akibatnya harga saham juga akan meningkat dan bila perusahaan dalam keadaan tidak sehat maka perlu diwaspadai karena berisiko tinggi menuju kebangkrutan dan kemungkinan harga sahamnya pun akan menurun.
    Semakin awal tanda-tanda kebangkrutan diketahui semakin baik bagi seluruh pihak yang terkait. Tindakan korektif dapat diambil dengan lebih cepat untuk memperbaiki keadaan sehingga tidak mencapai tahap yang lebih buruk. Oleh karena itu, analisis Z-score perlu dilakukan setiap tahunnya untuk memberi panduan bagi pihak-pihak yang berkepentingan, tentang kinerja keuangan perusahaan apakah akan mengalami kesulitan keuangan atau tidak di masa mendatang.
    Itulah sedikit penjelasan yang saya ketahui tentang Z-Score.Untuk itu kadang-kadang walaupun suatu perusahaan menunjukkan angka laba yang memuaskan, namun sebenarnya perusahaan tersebut menghadapi kesulitan-kesulitan keuangan yang akan membawanya menuju kebangkrutan.




1 komentar:

Unknown mengatakan...

mbak Irma, tolong bagi informassinya mengenai buku yang memuat materi Z Score Altman. terutama yang berisi penjelasan tentang Z score versi empat variabel

Posting Komentar